Senin, 20 Mei 2013

Makalah Ulumul Qur'an


I. LATAR BELAKANG
Dalam tradisi pemikiran islam, manafsirkn al-qu’an sebagai upaya memahami pesan-pesan tuhan sering di pahami sebagai tigas yang tak pernah mengenal kta berhenti ( Setiawan, 2005:1).T ugas tersebut senantiasa mesti dilakukan kapan pun dan dimana pun, selaras dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial yang ada. Al-qur’an harus selalu senantiasa ditafsirkan untuk menjadi landasan teologis bagi setiap pemecahan persoalan yang aktual yang muncul ke permukaan.
Tampaknya cara pandang inilah yang menjadikan al-qur’an telah melahirkan sederetan teks turunan yang demikian luas dan mengagumkan. Teks-teks turunan itu merupakan teks kedua – bila al-qur’an dipandang sebagi teks pertama – yang menjadi pengungkap dan penjelas makna-makna yang terkandung didalamnya. Teks kedua ini dikenal sebagai literatur tafsir al-qur’an yang ditulis oleh para ulama dengan kecenderungan dan karakteristik masing-masing, dalam berjilid-jilid kitab tafsir (Abdullah, 2003: 17).
Dibandingkan dengan kitab suci agama lain, tentu hal terebut merupakan fenomena yang unik. Sebab, kitab-kitb tafsir sebgi kitab kedua itu, sebagaimana dapat dilihat dalam khazanah literatur islam, tidak sekedar jumlahnya yang banyak melainkn juga corak, metode dan pendekatan yang digunaknnyasanagat beragam (Abdullah, 2003:17-18)[1]




II. PERUMUSAN MASALAH
A.     Macam-macam tafsir berdasarkan metodenya ?
B.     Macam-macam ilmu bantu yang di gunakan dalam tafsir ?
C.     Bagaimana perkembangan tafsir al-qur’an ?










III. PEMBAHASAN MASALAH
Kita sudah mengetahui tentang pengertian tafsir pada materi sebelumnya yang sudah disampaikan oleh teman kita dalam presentasinya. Tapi kita akan mengulas kembali sedikit tentang pengertian tafsir. Bahwa tafsir dalam bahasa arab arasal dari kata “al fasr” kemudian di ubah dalam bentuk taf’il yaitu menjadi “al-tafsir” yang berarti “ penjelasan dan keterangan”. [2]
Pengertian Tafsir menurut bahasa : “Penjelasan, Keteranga dan Mengengkapkan pengertiannya yang dapat dipkirkan ”. Sedagakan Tafsir menurut istilah semacam ilmu membahas cara mengucapkan lafal Al-Qur’an dan kandungannya, hukumnya yang berkenaan dengan perorangan dan kemasyarakatan dan pengertiannya yang dlingkupi oleh susunan lafalnya.[3]QS. AI-­Furqan (25): 33.
ولا يأتونك بمثل إلا جئناك بالحق وأحسن تفسيرا
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.[4]
Dalam suatu tafsir terdapat bermacam-macam tafsir, diantaranya adalah macam-macam tafsir berdasarkan metodenya. Darimacam-macam tafsir berdasarkan metodenya dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu :
A.SUMBER PENAFSIRAN
Ditinjau dari sumber penafsirannya , metode tafsir Al-Qur’an ada tiga yaitu :
·         Tafsir bil-ma’tsur ( bir-riwayah )
·         Tafsir bir-ra’yi ( bid-dirayah )
·         Tafsir bil Izdiwaji ( campuran )
Yang sudah di jelaskan pada presentasi sebelumnya.
B. CARA PENJELASANNYA        
Dari segi penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat Al-Qur’an maka metode penafsiran Al-Qur’an ada 2 (dua) macam, yaitu :

1.      Metode Tafsir Bayani 
Yaitu tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an hanya denagn memeberikan keterangan secara deskriptif tanpa membandingkan riwayat, pendapat yangsatu dengan yang lain. Contoh : tafsir Al-Qur’an yang menggunakan metode ini adalah tafsir “ Ma’alimut Tanzil”,oleh Al-Baghawi
2.      Metode Tafsir Muqarin
Tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara membandingkn ayat, riwayat atau pendapat yang satu dengan yang lainnya untuk dicari persaaan dan perbedaannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Contoh : Tafsir yang menggunakan metode ini adalah tafsir “ Jami’ul Ahkam “ karya Imam Al-Qurtubi.
C.KELUASAANYA PENJELASAN TAFSIR
Dari segi keluasan penjelasannya, tafsir Al-Quran dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Metode Tafsir Ijmali

Yaitu tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an hanya dijelaskan secara global saja, tidak secara mendalam atau panjang lebar dan mudah dipahami oleh orang awam.Contoh tafsir yang menggunakan metode Tafsir Ijmali ialah Tafsir “Al-Wasit” karya Muh. Farid Wajdi[5]

2.      Metode Tafsir Itrabi

Yaitu kitab tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dilakukan secara detail dan terperinci serta uraian –uraian yang panjang lebar sehingga menjadi jelas dan terang. Contoh kitab Tafsir yang menggunakan metode Itrabiialah :Tafsir Al-Manar karya M.Rasyid Rida Tafsir Fi Dzilalil Qur’an karya Sayyid Kutub , dan lainnya.
D.SUSUNAN DAN TERTIB AYAT
Tafsir Al-Qur’an jika ditinjau dari susunan dan tertib ayat yang di tafsirkan, maka metode tafsir Al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a.      Metode Tafsir Tahlili

Yaitu metode tafsir Al-Qur’an yang di dalam menafsirkan Al-Qur’an dilaukauan dengan cara urut dan tertib, ayat dan surat sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf, yakni dimulai dengan surat Al- Fatihah, Al-Baqarah, Ali Imran dan seterusnya hingga surat An-nas.
Contoh kitab-kitab Tafsir yang menggunakan Metode Tahlil ialah Tafsir “ Mafatihul Ghaib” karya Fakhur Razi, Tafsir “Al-Marghi” karya mustofa Al-Maraghi dan lain sebagainya. Sebagian banyak tafsir Al-Qur’an ditulis dengan metode tafsir tersebut.

b.      Metode Tafsir Maudu’i

Yaitu metode tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan yat-ayat yang berbicara tentang satu topik permasalahan tertentu. Kemudian ayat-ayat tersebut diurutkan sedemikian rupa baru selanjutnya di tafsirkan dari berbagai segi acara terpadu.
Adapun contoh Tafsir AL-Qur’an yang disusun menggunakan Metode Maudui’ah; Tafsir Ayatil Kaunriyah karya Dr. Abdullah Syahasah, Tafsir Ar- Riba Fil Qur’anil Karim, karya Abdul A’la Al-Maududi dan lain sebagainya

Disamping menggunakan metode penafsiran seperti tersebut diatas, mufassir terkadang dalam menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dipengaruhi oleh disiplin ilmu yang dikuasainya, sehingga dalam kitab tafsirnya terlihat kecenderungan masing-masing.

Kecenderungn mufassir di dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an terkadang juga difokuskan pada tafsiran ayat-ayat tertentu saja, berdasarkan berbagai jenis fokus tafsiran yang dilaksanakan para mufassir, maka telah berkembang barbagai aliran tafsi Al-Qur’an :[6]



1.      Tafsir Lugawi ( Tafsir Adabi)

Yaitu tafsir Al-Quran yang menjelaskan ayat-ayat suci AL-qur’an lebih banyak difokuskan kepada bidang bahasa seperti segi I’rab dan harakat bacaannya, pembentukan kata, kalimat dan kesusastraan.
Contoh tafsir Al-Qur’an yang termasuk dalam kategori tafsir Lugawi ialah ;Tafsir “Al-Kasyasyaff” katya Az-Zamakhsyari, Tafsir “Bahrul Muhit” karya Al-Andalusi dan lain sebagainya.

2.      Tafsir Isy’ari (Tafsir Sufi)

Tafsir Al-Qur’an yang didalam kitab tafsirnya banyak difokuskan pada bidang tasawuf atau kebatinan.Memahami ayat-ayat Al-Qur’an diperoleh dari makna-makna yang tersirat atau makna yang diisyaratkan.




3.      Tafsir Ilmi (Tafsir Ashri)

Yaitu tafsir Al-Qur’an yang beraliran ilmiah atau modern.Tafsir ini banyak difokuskan pada bidang ilmu pemgetahuan umum.Menurut mereka Al-Qur’an itu mernghimpun ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan yang tidak kesemuanya dapat dijangkau oleh akal manusia bahakan lebih dari itu. Al-Qur’an mengemukakan hal-hal yang terjadi jauh sebelum ia turun dan yang akan terjadi. Didalam Al-Qur’an terdapat kaidah-kaidah yang menyeluruh dan prinsip-prinsip umum tentang hukum alam yang dapat kita saksikan, fenomea –fenomena lam yang bias kita lihat dari waktu ke waktu dan hal-hal lain yang berhasil di ungkap oleh ilmu pegetahuan modern dan kita menduga itu semua sebagai suatu yang baru.

Itu semua sebenarnya bukanlah hal yang baru menurut Al-Qur’an, sebab kesemuanya telah diungkap dan di isyaratkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Contoh kitab Tafsir Ilmi ialah :Tafsir Jawahir karya Thantowi Jauhari, Tafsirul AyatilKauniyah, karya Abdullah Syahatah dan lain sebagainya.

4.      Tafsir Fiqih (Tafsir Ahkam)

Yaitu tafsir Al-Qur’an yang beraliran fiqih atau hukum atau tafsir yang dalam penafsirannya banyak difokuskan pada bidang hukum.Kadang-kadang dalam hal ini yang ditafsirkan hanya ayat-ayat Al-Qur’an yang menyangkut hukum saja,[7] sedangkan pada ayat-ayat lain yang tidfak memuat hukum-hukum fiqih tidak ditafsirkan atau dimuat.

Kitab tafsir ini banyak kita temukan dalam kitab –kitab fiqih karangan imam-ima dari berbagai mazhab yang berbeda. Contoh kitab tafsir fiqih ialah :Tafsir Ahkamul Qur’an karya Ibnu ‘Arabi, Al- Jami’ Lil Ahkamil Qura’an, karya Imam Qurhubi dan lain sebagainya.

5.      Tafsir Falsafi (Tafsir Rumazi)

Yaitu tafsir Al-Qur’an yang beraliran filsafat atau rasional.tafsir jenis ini dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an banyak difokuskan pada bidang filsafat atau rasiodengan menggunakan jalan secara filsafat.Akan tetapi dari mereka banyak yang gagal.Contoh kitab Tafsir Falsafi ialah Tafsirul Farabi karaya Al-Farabi dan Tafsir Ikhwanus Safa karya Ikhwanus Safa.

Disamping difokuskan pada bidang-bidang tersebut diatas juga ada mufassir yang menitik beratkan pad kajin sejarah (kisah-kisah) seperti kitab tafsir seperti lubabut ta’wilfil ma’anit tanzil karay Muhammmad Al-Khazim yang dititik beratkan pada kajian ilmu tauhid atau kalam Al-Khasyasyaf karangan Az-Zamaksyari.

B.     ILMU BANTU TAFSIR
Seseorang mufassir yang akan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an harus memenuhi syarat-syarat. Para ulama menyebutkan beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang hendak menafsirkan Al-Qu’an, diantaranya :
Memepunyai akhidah yang lurus , bersih dari hawa nafsu, dan memiliki ilmu tafsir (ilmu-ilmu Al-Qur’an beserta pendukungnya).
Ilmu-ilmu Al-Qur’an misalnya : ilmu asbabun nuzul (sebab turunnya ayat), ilmu maki –madani (pengelompokkan jenis surat), ilmu nasikh-mansukh ,ilmu muhkam mutasyabihat (ayat-ayat yang mengandunng hokum yang jelas dan hukum yang belum jelas).
Adapun ilmu-ilmu pendukung atau ilmu bantu diantaranya :
1.      Lughah Arabiyah
  Dengan lugaha arabiyah akan di ketahui penjelasan kata-kata tunggal dan petunjuk-petunjuknya.
2.      Ilmu Nahwu
Ilmu ini mempunyai peranan yang penting. Orang yang hafal dan juga hafal wajah-wajah bacaan, akan tergenlincir kedalam ke hancuran apabila ia tidak mengetahui ilmu nahwu
3.      Ilmu Tashrif untuk mengetahui bangun dan bentuk kata . Ibnu Faris berkata : ''Barang siapa yang tidak memiliki ilmu tashrif, maka ia tidak memiliki ilmu yang agung .
4.      Ilmu Isytiqaq
Ini untuk mengetahui asal dari pada kata . Sebab isim (kata benda ) apabila istiqoqnya dari dua asal yang berlainan.
5.      Ilmu Ma'ani
yaitu imluyang mengetahui ciri khas susunan kalam di dalam memberi faedah di dalam makna
6.      Ilmu Bayan
Yaitu ilmu yang untuk mengetahui perbedaan susunan kalam dari segi dan samarnya dilalah akibat perbedaan tersebut.
7.      Ilmu Badi'
Yaitu ilmu yang untuk memeperindah kalam
8.      Ilmu Qira'ah
Ilmu ini mengetahiu bagaimana kita mengucapkan kalimt-kalimat A-Qur'an dan agar dapat mentarjihkan satuwajahdari beberapa wajah yang mustamil.
9.      Ilmu Ushuludin
Apabila mememiliki ilmu ushuludin maka akan tahu dan sanggup menta'wilkan ayat-ayat yang lahirnya bertentangan dengan sifat – sifat kesempurnaan Allah dan ssanggup beristidlal terhadap apa-apa yang muhal, yang wajib dan jaiz (wenang ) bagi Allah swt.
10.  Ilmu Ushul Fiqih
Yaitu ilmu untuk mengetahui metode istidlal dan istinbath hukum.
11.  Ilmu Asbabun Nuzul dan Kisah- kisahnya
Dengan ilmu ini mufassir dapat akan sanggup megetahui makna yang diturunkan melalui peristiwa yang diturunkan.
12.  Ilmu Nasikh Mansukh
Dengan ilmu ini maka akan tahu pendapat jumhur yang mengatakan adanya nasikh mansukh dalam Al-Qur'an dan akan mengatahui sebagian ulama' yang tidk setuju terhadapnasikh mansukh dan alasan-alasannya serta cara mentufiqkan ayat-ayat yang lahirnya tampak berlawanan .
13.  Ilmu Fiqih
Ilmu yang membahas hukum ajaran islam
14.  Hadist
Adalah hadist yang menafsirkan yang mujmal dan menentukan yang mubham .
15.  Ilmu Mauhibah
Suatu ilmu yang diwariskan Allah swt kepada orang yang mengamalkan ilmunya.[8]


Para ulama telah menyebutkan tentang macam-macam ilmu yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir. Menurut As-Suyuthi sebagai berikut:
  1. Mengetahui bahasa arab dan ketentuan-ketentuannya (ilmu nahwu, sharaf, etimologi). Hal ini sangat penting bagi seorang mufassir, sebab bagaimana mungkin memahami ayat, tanpa mengetahui perbedaan kata dan susunan kalimat.
  2. Mengetahui ilmu balaghoh (ma’any, bayan, badi’) sangat penting dan diperlukan bagi orang yang hendak menafsirkan Alquran karena ia harus menjaga atau memelihara bentuk kemu’jizatan.
  3. Mengetahui ushul fiqih (tentang khash, `am, mujmal, mufashal dan sebagainya), juga diperlukan oleh seorang mufassir dalam memahami Alquran supaya tidak keliru memahaminya, serta tidak terpeleset oleh kebodohan karena tidak tahu tentang ilmu-ilmu yang penting itu.
  4. Mengetahui asbabun nuzul.
  5. Mengetahui tentang nasikh dan mansukh.
  6. Mengetahui ilmu qiraat.
  7. ilmu mauhibah, yaitu ilmu yang diberi oleh langsung dari Allah. Ilmu yang diwariskan ole Allah kepada seseorang yang mengamalkan sesuai dengan ilmunya, serta Allah membukakan hati orang tersebut untuk memahami rahasia-rahasianya.
Syarat-syarat dari ilmu yang telah disebutkan tadi adalah untuk mewujudkan tafsir yang paling tinggi martabatnya. Tafsir yang paling tinggi martabatnya hanya dapat dicapai dengan kita melengkapi urusan-urusannya, yaitu:
a. Memahami hakekat lafal yang tunggal,
Yang terdapat di dalam Alquran dengan memperhatikan cara-cara ahli bahasa mempergunakan kalimat­-kalimat itu.Kebanyakan lafal-lafal Alquran dipakai di mana Alquran sedang diturunkan untuk beberapa makna. Kemudian sesudah itu berlalu beberapa masa maka lafal-lafal itu dipakai untuk makna-makna yang lain, umpamnya lafal ta’wil.
b. Memperhatikan uslub-uslub Alquran.
Seorang mufassir harus mengetahui alat, yang dengan alat itu dia dapat memahami uslub-uslub bahasa Arab yang tinggi.Untuk itu perlu ilmu i’rab dan ilmu asalib (ma’ani dan bayan).[9]

c. Mengetahui keadaan-keadaan manusia.
Allah telah menurunkan Alquran dan menjadikannya sebagai kitab yang absah, di dalamnya diterangkan keadaan atau hal-hal yang tidak diterangkan dalam kitab lain. Di dalamnya diterangkan keadaan makhluk, tabiatnya, sunnah-­sunnah ketuhanan di dalam menciptakan manusia.
Dan di dalamnya juga diterangkan kisah umat-umat yang telah lalu.Karenanya, perlulah orang memperhatikan isi Alquran, memperhatikan pula keadaan perturnbuhan dan perkembangan manusia dari zaman ke zaman.
d. Mengetahui jalan-jalan Alquran memberi petunjuk kepada manusia dengan Alquran. Karenanya, wajiblah bagi seorang mufassir yang melaksanakan fardhu kifayah ini mengethui keadaan manusia di masa Nabi saw, baik dari bangsa arab maupun bangsa lain. Dan bahwasanya Nabi saw dibangkit Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia dan mendatangkan kebahagiaan kepada mereka.
e. Mengetahui sirah ( riwayat hidup Nabi saw dan sahabat), dan bagaimana keadaan sahabat, baik dalam bidang ilmu, dan bagaimana mereka menghadapi masalah-masalah keduniaan dan keakhiratan.[10]
C. PERKEMBANGAN  TAFSIR AL-QUR’AN
Ilmu tafsir telahdikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di zaman modern
sekarang ini. Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi menjadi empat periode
yaitu :

Tafsir Pada Zaman Nabi.

Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sehingga mayoritas orang Arab mengerti makna dari ayat-ayat al-Qur’an. Sehingga banyak diantara merekayang masuk Islam setelahmendengar bacaan al-Qur’an dan mengetahui kebenarannya. Akan tetapi tidak semua sahabat mengetahui makna yang terkandung dalam al-Qur’an, antara satu dengan yang lainnya sangat variatif dalam memahami isi dan kandungan al-Qur’an. Sebagai orang yang paling
mengetahui makna al-Qur’an,
Tafsir Pada Zaman Shahabat

Adapun metode sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an adalah; Menafsirkan Al-Qur’an
dengan Al-Qur’an, menafsirkan Al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah, atau dengan kemampuan
bahasa, adat apa yang mereka dengar dari Ahli kitab (Yahudi dan Nasroni) yang masuk Islam
dan telah bagus keislamannya.[11]

Diantara tokoh mufassir pada masa ini adalah: Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman,
Ali), Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair dan Aisyah. Namun yang paling banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali bin Abi
Tholib, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas yang mendapatkan do’a dari Rasulullah.
Penafsiran shahabat yang didapatkan dari Rasulullah kedudukannya sama
dengan hadist marfu’Atau paling kurang adalah Mauquf.

Tafsir Pada Zaman Tabi’in

Metode penafsiran yang digunakan pada masa ini tidak jauh berbeda dengan
masa sahabat, karena para tabi’in mengambil tafsir dari mereka.


Dalam periodeini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir diantaranya:

1.       Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassirterkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas,Towus Al-Yamany dan ‘Atho’ bin Abi Robah.
2.      Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli.
3.      Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnyayang terkenal adalah Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry dan Qotadah binDi’amah As-Sadusy.Tafsir yang disepakati oleh para tabiin bisa menjadi hujjah, sebaliknya bilaterjadi perbedaan diantara mereka maka satu pendapat tidak bisa dijadikan dalilatas pendapat yang lainnya. 5

Tafsir Pada Masa Pembukuan

Pembukuan tafsir dilakukan dalam beberapa periode yaitu;

Periode Pertama,
pada zaman Bani Muawiyyah dan permulaan zaman Abbasiyah yang masih memasukkan ke dalam sub bagian dari hadits yang telah dibukukansebelumnya.

Periode Kedua,
Pemisahan tafsir dari hadits dan dibukukan secaraterpisah menjadi satu buku tersendiri. Dengan meletakkan setiap penafsiranayat dibawah ayat tersebut, seperti yang dilakukanoleh Ibnu Jarir At-Thobary,Abu Bakar An-Naisabury, Ibnu Abi Hatim dan Hakim dalam tafsirannya, denganmencantumkan sanad masing-masing penafsiran sampai ke Rasulullah, sahabatdan para tabi’in.

Periode Ketiga,
Membukukan tafsir dengan meringkas sanadnyadan menukil pendapat para ulama’ tanpa menyebutkan orangnya. Hal inimenyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan yang dhaif yangmenyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir ini tanpa melihatkebenaran atau kesalahan dari tafsir tersebut. Sampai terjadi ketika
mentafsirkan ayatada sepuluh pendapat, padahal para ulama’ tafsir sepakat bahwa maksud dariayat tersebut adalah orang-orang Yahudi dan Nasroni.

Periode Keempat s/d Kesebelas,
Pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan buku – buku tarjamahan dari luarIslam. Sehingga metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih dominandibandingkan dengan metode bin naqly ( dengan periwayatan). Pada periode inijuga terjadi spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakarfiqih menafsirkan ayat Al-Qur’an dari segi hukum seperti Alqurtuby. Pakarsejarah melihatnya dari sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan
seterusnya. [12]
Periode Keduabelas sampai sekarang
Sumber tafsir pada periode ini adalah Naqliyah dan Ijtihadiyyah










KESIMPULAN
Al-quran sebagai “hudan-linnas” dan “hudan-lilmuttaqin” maka untuk mempelajari al-quran perlu  adanya metode penafsiran agar benar dalam menafsirkan secara  benar yang sesuai dengan aturan.
Adapun metode dalam penafsiran al-quran terdapat beberapa macam segi di antaranya: dari segi penjelasan yang terdiri dari metode tafsir bayani dan muqorin ,dari segi keluasan terdiri dari metode tafsir ijmali dan itrobi, sedangkan dari segi susunan dan tertib ayat yang di tafsirkan terdiri dari metode tafsir tahlili dan maudu’i.
Dan dalam menafsurkan sangat peerlu adanya ilmu bantu tafsir seperti: luqhah arabiyah , nahwu, ilmu isytiqaq dan lengkapnya bisa di lihat dari pemaparan di atas .
Tasir juga mengalami perkembangan mulai dari tafsir pada zaman nabi hingga sekarang tidak lain dengan tujuan yang sama yakni para umat muskim dapat mengetahui isi kandungan ayat-ayat al-quranul karim.

Penutup:
Demikian makalah yang dapat kami paparkan. Semoga dapat menambah pengetahuan kita tentang ilmu tafsir al-quran. Kami mohon maaf bila terdapat bnyak kesalahan dalam makalah kami , kiranya mohon kritk dan saran demi kebaikan makalah selanjutnya.   





















DAFTAR PUSTAKA


Junaidi, Akhmad Arif, Dinamika Penafsiran Al-qur’an di Surakarta : 1900-1930.Disampaikan dalam Stadium General Pembukaan Kuliah Umum Semester Gasal Tanggal 31 Agustus 2012 di AUDITORIUM Kampus 3 IAIN Walisongo SEMARANG
Syadali, Ahmad dan Rofi’, Ahmad.1997.Ulumul Qur’an II.Bandung : Pustaka Setia
Junaidi, Akhmad Arif.2001.Pembaruan Metodologi Tafsir Al-Qur’an.Semarang : Gunung Jati
 Masyur,  Kahar.2001.Pokok-pokok Ulumul Qur’an. Jakarta:Rineka Cipta
 Aminah, Siti .1985.Pengantar Ilmu Tafsir/Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Semarang : Duta Grafika

http://www.wikipedia.org/wiki/Tafsir/27 Desember 2010 oleh maragustamsiregar

http://www.wikipedia.org/wiki/Tafsir/03 Juli 2011 oleh muhammad abu salma










[1]Dr. Akhmad Arif Junaidi, M.Ag,Dinamika Penafsiran Al-qur’an di Surakarta : 1900-1930.Disampaikan dalam Stadium General Pembukaan Kuliah Umum Semester Gasal Tanggal 31 Agustus 2012 di AUDITORIUM Kampus 3 IAIN Walisongo SEMARANG.
[2] Drs.H. Ahmad Syadali M.A dan Drs.H. Ahmad Rofi’,Ulumul Qur’an II,(Bandung:Pustaka Setia,1997), h. 51
[3]Drs.H. Kahar Masyur,Pokok-pokok Ulumul Qur’an,(Jakarta:Rineka Cipta,2001) h. 159-160.
[4]http://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir.11-10-2012./16.15
[5]Ibid, h 67
[6]Ibid, h 68
[7]Ibid, h 69
[8]Drs.Siti AminahPengantar, Ilmu Tafsir/Ilmu-ilmu Al-Qur'an ( Semarang, Duta Grafika,1985) h.54-57
[9]http://www.wikipedia.org/wiki/Tafsir/27 Desember 2010 oleh maragustamsiregar

[10]http://www.wikipedia.org/wiki/Tafsir/27 Desember 2010 oleh maragustamsiregar

[11]http://www.wikipedia.org/wiki/Tafsir/03 Juli 2011 oleh muhammad abu salma

[12]Ibid, Muhammad abu salma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar