I.
LATAR
BELAKANG
Dalam
tradisi pemikiran islam, manafsirkn al-qu’an sebagai upaya memahami pesan-pesan
tuhan sering di pahami sebagai tigas yang tak pernah mengenal kta berhenti ( Setiawan,
2005:1).T ugas tersebut senantiasa mesti dilakukan kapan pun dan dimana pun,
selaras dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial yang ada. Al-qur’an
harus selalu senantiasa ditafsirkan untuk menjadi landasan teologis bagi setiap
pemecahan persoalan yang aktual yang muncul ke permukaan.
Tampaknya
cara pandang inilah yang menjadikan al-qur’an telah melahirkan sederetan teks
turunan yang demikian luas dan mengagumkan. Teks-teks turunan itu merupakan
teks kedua – bila al-qur’an dipandang sebagi teks pertama – yang menjadi
pengungkap dan penjelas makna-makna yang terkandung didalamnya. Teks kedua ini
dikenal sebagai literatur tafsir al-qur’an yang ditulis oleh para ulama dengan
kecenderungan dan karakteristik masing-masing, dalam berjilid-jilid kitab
tafsir (Abdullah, 2003: 17).
Dibandingkan
dengan kitab suci agama lain, tentu hal terebut merupakan fenomena yang unik.
Sebab, kitab-kitb tafsir sebgi kitab kedua itu, sebagaimana dapat dilihat dalam
khazanah literatur islam, tidak sekedar jumlahnya yang banyak melainkn juga
corak, metode dan pendekatan yang digunaknnyasanagat beragam (Abdullah,
2003:17-18)[1]
II. PERUMUSAN MASALAH
A.
Macam-macam tafsir berdasarkan
metodenya ?
B.
Macam-macam ilmu bantu yang di gunakan dalam
tafsir ?
C.
Bagaimana perkembangan tafsir al-qur’an ?
III. PEMBAHASAN MASALAH
Kita sudah mengetahui tentang pengertian
tafsir pada materi sebelumnya yang sudah disampaikan oleh teman kita dalam
presentasinya. Tapi kita akan mengulas kembali sedikit tentang pengertian
tafsir. Bahwa tafsir dalam bahasa arab arasal dari kata “al fasr” kemudian di
ubah dalam bentuk taf’il yaitu menjadi “al-tafsir” yang berarti “ penjelasan
dan keterangan”. [2]
Pengertian
Tafsir menurut bahasa : “Penjelasan, Keteranga dan Mengengkapkan pengertiannya
yang dapat dipkirkan ”. Sedagakan Tafsir
menurut istilah semacam ilmu membahas
cara mengucapkan lafal Al-Qur’an dan kandungannya, hukumnya yang berkenaan
dengan perorangan dan kemasyarakatan dan pengertiannya yang dlingkupi oleh
susunan lafalnya.[3]QS. AI-Furqan
(25): 33.
ولا يأتونك بمثل إلا جئناك
بالحق وأحسن تفسيرا
Tidaklah
orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan
Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.[4]
Dalam
suatu tafsir terdapat bermacam-macam tafsir, diantaranya adalah macam-macam
tafsir berdasarkan metodenya. Darimacam-macam
tafsir berdasarkan
metodenya dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu :
A.SUMBER PENAFSIRAN
Ditinjau
dari sumber penafsirannya , metode tafsir Al-Qur’an ada tiga yaitu :
·
Tafsir bil-ma’tsur (
bir-riwayah )
·
Tafsir bir-ra’yi (
bid-dirayah )
·
Tafsir bil Izdiwaji (
campuran )
Yang sudah di jelaskan pada presentasi sebelumnya.
B.
CARA PENJELASANNYA
Dari segi penjelasannya terhadap tafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an maka metode penafsiran Al-Qur’an ada 2 (dua) macam, yaitu :
1. Metode
Tafsir Bayani
Yaitu tafsir Al-Qur’an
yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an hanya denagn memeberikan keterangan
secara deskriptif tanpa membandingkan riwayat, pendapat yangsatu dengan yang
lain. Contoh : tafsir Al-Qur’an yang menggunakan metode ini adalah tafsir “ Ma’alimut Tanzil”,oleh Al-Baghawi
2. Metode
Tafsir Muqarin
Tafsir Al-Qur’an yang
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara membandingkn ayat, riwayat
atau pendapat yang satu dengan yang lainnya untuk dicari persaaan dan
perbedaannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Contoh : Tafsir yang
menggunakan metode ini adalah tafsir “
Jami’ul Ahkam “ karya Imam Al-Qurtubi.
C.KELUASAANYA PENJELASAN TAFSIR
Dari segi
keluasan penjelasannya, tafsir Al-Quran dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Metode Tafsir Ijmali
Yaitu tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an hanya
dijelaskan secara global saja, tidak secara mendalam atau panjang lebar dan
mudah dipahami oleh orang awam.Contoh tafsir yang menggunakan metode Tafsir Ijmali ialah Tafsir “Al-Wasit” karya Muh. Farid Wajdi[5]
2. Metode Tafsir Itrabi
Yaitu kitab tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
dilakukan secara detail dan terperinci serta uraian –uraian yang panjang lebar
sehingga menjadi jelas dan terang. Contoh kitab Tafsir yang menggunakan metode Itrabiialah :Tafsir Al-Manar karya M.Rasyid Rida Tafsir Fi Dzilalil Qur’an karya Sayyid Kutub , dan lainnya.
D.SUSUNAN DAN TERTIB AYAT
Tafsir
Al-Qur’an jika ditinjau dari susunan dan tertib ayat yang di tafsirkan, maka
metode tafsir Al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Metode Tafsir Tahlili
Yaitu metode tafsir Al-Qur’an yang di dalam menafsirkan Al-Qur’an
dilaukauan dengan cara urut dan tertib, ayat dan surat sesuai dengan urutan
yang terdapat dalam mushaf, yakni dimulai dengan surat Al- Fatihah, Al-Baqarah, Ali Imran dan seterusnya hingga surat
An-nas.
Contoh kitab-kitab Tafsir yang menggunakan Metode Tahlil ialah Tafsir “ Mafatihul Ghaib” karya Fakhur Razi,
Tafsir “Al-Marghi” karya mustofa Al-Maraghi dan lain sebagainya. Sebagian
banyak tafsir Al-Qur’an ditulis dengan metode tafsir tersebut.
b. Metode Tafsir Maudu’i
Yaitu metode tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan cara mengumpulkan yat-ayat yang berbicara tentang satu topik
permasalahan tertentu. Kemudian ayat-ayat tersebut diurutkan sedemikian rupa
baru selanjutnya di tafsirkan dari berbagai segi acara terpadu.
Adapun contoh Tafsir AL-Qur’an yang disusun menggunakan Metode Maudui’ah; Tafsir Ayatil Kaunriyah karya Dr. Abdullah Syahasah, Tafsir Ar- Riba Fil Qur’anil Karim,
karya Abdul A’la Al-Maududi dan lain sebagainya
Disamping menggunakan metode penafsiran seperti tersebut diatas,
mufassir terkadang dalam menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dipengaruhi oleh
disiplin ilmu yang dikuasainya, sehingga dalam kitab tafsirnya terlihat
kecenderungan masing-masing.
Kecenderungn mufassir di dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an terkadang
juga difokuskan pada tafsiran ayat-ayat tertentu saja, berdasarkan berbagai
jenis fokus tafsiran yang dilaksanakan para mufassir, maka telah berkembang
barbagai aliran tafsi Al-Qur’an :[6]
1.
Tafsir Lugawi ( Tafsir Adabi)
Yaitu tafsir Al-Quran yang menjelaskan ayat-ayat suci AL-qur’an lebih
banyak difokuskan kepada bidang bahasa seperti segi I’rab dan harakat
bacaannya, pembentukan kata, kalimat dan kesusastraan.
Contoh tafsir Al-Qur’an yang termasuk dalam kategori tafsir Lugawi ialah
;Tafsir “Al-Kasyasyaff” katya
Az-Zamakhsyari, Tafsir “Bahrul Muhit”
karya Al-Andalusi dan lain sebagainya.
2.
Tafsir Isy’ari (Tafsir Sufi)
Tafsir Al-Qur’an yang didalam kitab tafsirnya banyak
difokuskan pada bidang tasawuf atau kebatinan.Memahami ayat-ayat Al-Qur’an
diperoleh dari makna-makna yang tersirat atau makna yang diisyaratkan.
3.
Tafsir Ilmi (Tafsir Ashri)
Yaitu tafsir Al-Qur’an yang beraliran ilmiah atau
modern.Tafsir ini banyak difokuskan pada bidang ilmu pemgetahuan umum.Menurut
mereka Al-Qur’an itu mernghimpun ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan yang
tidak kesemuanya dapat dijangkau oleh akal manusia bahakan lebih dari itu.
Al-Qur’an mengemukakan hal-hal yang terjadi jauh sebelum ia turun dan yang akan
terjadi. Didalam Al-Qur’an terdapat kaidah-kaidah yang menyeluruh dan prinsip-prinsip
umum tentang hukum alam yang dapat kita saksikan, fenomea –fenomena lam yang
bias kita lihat dari waktu ke waktu dan hal-hal lain yang berhasil di ungkap
oleh ilmu pegetahuan modern dan kita menduga itu semua sebagai suatu yang baru.
Itu semua sebenarnya bukanlah hal yang baru menurut
Al-Qur’an, sebab kesemuanya telah diungkap dan di isyaratkan oleh ayat-ayat
Al-Qur’an. Contoh kitab Tafsir Ilmi ialah :Tafsir
Jawahir karya Thantowi Jauhari,
Tafsirul AyatilKauniyah, karya Abdullah
Syahatah dan lain sebagainya.
4.
Tafsir Fiqih (Tafsir Ahkam)
Yaitu tafsir Al-Qur’an yang beraliran fiqih atau hukum
atau tafsir yang dalam penafsirannya banyak difokuskan pada bidang
hukum.Kadang-kadang dalam hal ini yang ditafsirkan hanya ayat-ayat Al-Qur’an
yang menyangkut hukum saja,[7]
sedangkan pada ayat-ayat lain yang tidfak memuat hukum-hukum fiqih tidak
ditafsirkan atau dimuat.
Kitab tafsir ini banyak kita temukan dalam kitab
–kitab fiqih karangan imam-ima dari berbagai mazhab yang berbeda. Contoh kitab
tafsir fiqih ialah :Tafsir Ahkamul Qur’an
karya Ibnu ‘Arabi, Al- Jami’ Lil
Ahkamil Qura’an, karya Imam Qurhubi dan lain sebagainya.
5.
Tafsir Falsafi (Tafsir Rumazi)
Yaitu tafsir Al-Qur’an yang beraliran filsafat atau
rasional.tafsir jenis ini dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an banyak
difokuskan pada bidang filsafat atau rasiodengan menggunakan jalan secara
filsafat.Akan tetapi dari mereka banyak yang gagal.Contoh kitab Tafsir Falsafi
ialah Tafsirul Farabi karaya
Al-Farabi dan Tafsir Ikhwanus Safa
karya Ikhwanus Safa.
Disamping difokuskan pada bidang-bidang tersebut
diatas juga ada mufassir yang menitik beratkan pad kajin sejarah (kisah-kisah)
seperti kitab tafsir seperti lubabut ta’wilfil ma’anit tanzil karay Muhammmad Al-Khazim yang dititik
beratkan pada kajian ilmu tauhid atau kalam Al-Khasyasyaf
karangan Az-Zamaksyari.
B.
ILMU BANTU TAFSIR
Seseorang mufassir yang akan
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an harus memenuhi syarat-syarat. Para ulama
menyebutkan beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang hendak menafsirkan
Al-Qu’an, diantaranya :
Memepunyai akhidah yang
lurus , bersih dari hawa nafsu, dan memiliki ilmu tafsir (ilmu-ilmu Al-Qur’an
beserta pendukungnya).
Ilmu-ilmu Al-Qur’an misalnya
: ilmu asbabun nuzul (sebab turunnya ayat), ilmu maki –madani (pengelompokkan
jenis surat), ilmu nasikh-mansukh ,ilmu muhkam mutasyabihat (ayat-ayat yang
mengandunng hokum yang jelas dan hukum yang belum jelas).
Adapun ilmu-ilmu
pendukung atau ilmu bantu diantaranya :
1. Lughah Arabiyah
Dengan lugaha
arabiyah akan di ketahui penjelasan kata-kata tunggal dan petunjuk-petunjuknya.
2. Ilmu Nahwu
Ilmu ini mempunyai peranan yang penting. Orang yang
hafal dan juga hafal wajah-wajah bacaan, akan tergenlincir kedalam ke hancuran
apabila ia tidak mengetahui ilmu nahwu
3. Ilmu Tashrif
untuk mengetahui bangun dan bentuk kata . Ibnu Faris berkata : ''Barang siapa
yang tidak memiliki ilmu tashrif, maka ia tidak memiliki ilmu yang agung .
4. Ilmu Isytiqaq
Ini untuk mengetahui asal dari pada kata . Sebab isim (kata
benda ) apabila istiqoqnya dari dua asal yang berlainan.
5. Ilmu Ma'ani
yaitu imluyang mengetahui ciri khas susunan kalam di
dalam memberi faedah di dalam makna
6. Ilmu Bayan
Yaitu ilmu yang untuk mengetahui perbedaan susunan
kalam dari segi dan samarnya dilalah akibat perbedaan tersebut.
7. Ilmu Badi'
Yaitu ilmu yang untuk memeperindah kalam
8. Ilmu Qira'ah
Ilmu ini mengetahiu bagaimana kita mengucapkan
kalimt-kalimat A-Qur'an dan agar dapat mentarjihkan satuwajahdari beberapa
wajah yang mustamil.
9. Ilmu Ushuludin
Apabila mememiliki ilmu ushuludin maka akan tahu dan
sanggup menta'wilkan ayat-ayat yang lahirnya bertentangan dengan sifat – sifat
kesempurnaan Allah dan ssanggup beristidlal terhadap apa-apa yang muhal, yang
wajib dan jaiz (wenang ) bagi Allah swt.
10. Ilmu Ushul Fiqih
Yaitu ilmu untuk mengetahui metode istidlal dan
istinbath hukum.
11. Ilmu Asbabun
Nuzul dan Kisah- kisahnya
Dengan ilmu ini mufassir dapat akan sanggup megetahui
makna yang diturunkan melalui peristiwa yang diturunkan.
12. Ilmu Nasikh
Mansukh
Dengan ilmu ini maka akan tahu pendapat jumhur yang
mengatakan adanya nasikh mansukh dalam Al-Qur'an dan akan mengatahui sebagian
ulama' yang tidk setuju terhadapnasikh mansukh dan alasan-alasannya serta cara
mentufiqkan ayat-ayat yang lahirnya tampak berlawanan .
13. Ilmu Fiqih
Ilmu yang membahas hukum ajaran islam
14. Hadist
Adalah hadist yang menafsirkan yang mujmal dan
menentukan yang mubham .
15. Ilmu Mauhibah
Suatu ilmu yang diwariskan Allah swt kepada orang yang
mengamalkan ilmunya.[8]
Para ulama telah
menyebutkan tentang macam-macam ilmu yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir.
Menurut As-Suyuthi sebagai berikut:
- Mengetahui bahasa arab dan
ketentuan-ketentuannya (ilmu nahwu, sharaf, etimologi). Hal ini sangat
penting bagi seorang mufassir, sebab bagaimana mungkin memahami ayat,
tanpa mengetahui perbedaan kata dan susunan kalimat.
- Mengetahui ilmu balaghoh (ma’any, bayan,
badi’) sangat penting dan diperlukan bagi orang yang hendak menafsirkan
Alquran karena ia harus menjaga atau memelihara bentuk kemu’jizatan.
- Mengetahui ushul fiqih (tentang khash, `am,
mujmal, mufashal dan sebagainya), juga diperlukan oleh seorang mufassir
dalam memahami Alquran supaya tidak keliru memahaminya, serta tidak
terpeleset oleh kebodohan karena tidak tahu tentang ilmu-ilmu yang penting
itu.
- Mengetahui asbabun nuzul.
- Mengetahui tentang nasikh dan mansukh.
- Mengetahui ilmu qiraat.
- ilmu mauhibah, yaitu ilmu yang diberi oleh
langsung dari Allah. Ilmu yang diwariskan ole Allah kepada seseorang yang
mengamalkan sesuai dengan ilmunya, serta Allah membukakan hati orang
tersebut untuk memahami rahasia-rahasianya.
Syarat-syarat dari ilmu
yang telah disebutkan tadi adalah untuk mewujudkan tafsir yang paling tinggi
martabatnya. Tafsir yang paling tinggi martabatnya hanya dapat dicapai
dengan kita melengkapi urusan-urusannya, yaitu:
a. Memahami hakekat lafal
yang tunggal,
Yang terdapat di dalam
Alquran dengan memperhatikan cara-cara ahli bahasa mempergunakan kalimat-kalimat
itu.Kebanyakan lafal-lafal Alquran dipakai di mana Alquran sedang diturunkan
untuk beberapa makna. Kemudian sesudah itu berlalu beberapa masa maka
lafal-lafal itu dipakai untuk makna-makna yang lain, umpamnya lafal ta’wil.
b. Memperhatikan
uslub-uslub Alquran.
Seorang mufassir harus
mengetahui alat, yang dengan alat itu dia dapat memahami uslub-uslub bahasa
Arab yang tinggi.Untuk itu perlu ilmu i’rab dan ilmu asalib (ma’ani dan bayan).[9]
c. Mengetahui
keadaan-keadaan manusia.
Allah telah menurunkan
Alquran dan menjadikannya sebagai kitab yang absah, di dalamnya diterangkan
keadaan atau hal-hal yang tidak diterangkan dalam kitab lain. Di dalamnya
diterangkan keadaan makhluk, tabiatnya, sunnah-sunnah ketuhanan di dalam
menciptakan manusia.
Dan di dalamnya juga
diterangkan kisah umat-umat yang telah lalu.Karenanya, perlulah orang
memperhatikan isi Alquran, memperhatikan pula keadaan perturnbuhan dan
perkembangan manusia dari zaman ke zaman.
d. Mengetahui jalan-jalan
Alquran memberi petunjuk kepada manusia dengan Alquran. Karenanya, wajiblah
bagi seorang mufassir yang melaksanakan fardhu kifayah ini mengethui keadaan
manusia di masa Nabi saw, baik dari bangsa arab maupun bangsa lain. Dan
bahwasanya Nabi saw dibangkit Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia dan
mendatangkan kebahagiaan kepada mereka.
e. Mengetahui sirah ( riwayat hidup Nabi saw
dan sahabat), dan bagaimana keadaan sahabat, baik dalam bidang ilmu, dan
bagaimana mereka menghadapi masalah-masalah keduniaan dan keakhiratan.[10]
C. PERKEMBANGAN TAFSIR AL-QUR’AN
Ilmu tafsir telahdikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang
hingga di zaman modern
sekarang ini. Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi menjadi empat
periode
yaitu :
Tafsir Pada Zaman Nabi.
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sehingga mayoritas orang
Arab mengerti
makna dari ayat-ayat al-Qur’an. Sehingga banyak diantara merekayang masuk Islam
setelahmendengar bacaan al-Qur’an dan mengetahui kebenarannya. Akan
tetapi tidak semua sahabat mengetahui makna yang terkandung dalam al-Qur’an,
antara satu dengan yang lainnya sangat variatif dalam memahami isi dan kandungan
al-Qur’an. Sebagai orang yang paling
mengetahui makna al-Qur’an,
Tafsir Pada Zaman
Shahabat
Adapun metode sahabat
dalam menafsirkan al-Qur’an adalah; Menafsirkan Al-Qur’an
dengan Al-Qur’an,
menafsirkan Al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah, atau dengan kemampuan
bahasa, adat apa yang
mereka dengar dari Ahli kitab (Yahudi dan Nasroni) yang masuk Islam
dan telah bagus
keislamannya.[11]
Diantara tokoh
mufassir pada masa ini adalah: Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman,
Ali), Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair dan Aisyah.
Namun yang paling banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali bin Abi
Tholib, Abdullah bin
Mas’ud dan Abdullah bin Abbas yang mendapatkan do’a dari Rasulullah.
Penafsiran shahabat yang
didapatkan dari Rasulullah kedudukannya sama
dengan hadist marfu’Atau
paling kurang adalah Mauquf.
Tafsir Pada Zaman
Tabi’in
Metode penafsiran
yang digunakan pada masa ini tidak jauh berbeda dengan
masa sahabat, karena
para tabi’in mengambil tafsir dari mereka.
Dalam periodeini
muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir diantaranya:
1.
Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang
melahirkan mufassirterkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair,
Ikrimah Maula ibnu Abbas,Towus Al-Yamany dan ‘Atho’ bin Abi Robah.
2.
Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin
Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan
Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli.
3.
Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud,
diantara murid-muridnyayang terkenal adalah Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry
dan Qotadah binDi’amah As-Sadusy.Tafsir yang disepakati oleh para tabiin bisa
menjadi hujjah, sebaliknya bilaterjadi perbedaan diantara mereka maka satu
pendapat tidak bisa dijadikan dalilatas pendapat yang lainnya. 5
Tafsir Pada Masa
Pembukuan
Pembukuan tafsir dilakukan dalam beberapa
periode yaitu;
Periode Pertama,
pada zaman Bani Muawiyyah dan permulaan zaman Abbasiyah yang masih
memasukkan ke dalam sub bagian dari hadits yang telah dibukukansebelumnya.
Periode Kedua,
Pemisahan tafsir dari hadits dan dibukukan secaraterpisah menjadi
satu buku tersendiri. Dengan meletakkan setiap penafsiranayat dibawah ayat
tersebut, seperti yang dilakukanoleh Ibnu Jarir At-Thobary,Abu Bakar
An-Naisabury, Ibnu Abi Hatim dan Hakim dalam tafsirannya, denganmencantumkan
sanad masing-masing penafsiran sampai ke Rasulullah, sahabatdan para tabi’in.
Periode Ketiga,
Membukukan tafsir dengan meringkas sanadnyadan menukil pendapat
para ulama’ tanpa menyebutkan orangnya. Hal inimenyulitkan dalam membedakan
antara sanad yang shahih dan yang dhaif yangmenyebabkan para mufassir berikutnya
mengambil tafsir ini tanpa melihatkebenaran atau kesalahan dari tafsir
tersebut. Sampai terjadi ketika
mentafsirkan ayatada sepuluh pendapat, padahal para ulama’ tafsir
sepakat bahwa maksud dariayat tersebut adalah orang-orang Yahudi dan Nasroni.
Periode Keempat s/d Kesebelas,
Pembukuan
tafsir banyak diwarnai dengan buku – buku tarjamahan dari luarIslam. Sehingga
metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih dominandibandingkan dengan
metode bin naqly ( dengan periwayatan). Pada periode inijuga terjadi
spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakarfiqih
menafsirkan ayat Al-Qur’an dari segi hukum seperti Alqurtuby. Pakarsejarah
melihatnya dari sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan
seterusnya. [12]
Periode Keduabelas sampai sekarang
Sumber tafsir pada periode ini adalah Naqliyah dan
Ijtihadiyyah
KESIMPULAN
Al-quran sebagai “hudan-linnas” dan
“hudan-lilmuttaqin” maka untuk mempelajari al-quran perlu adanya metode penafsiran agar benar dalam
menafsirkan secara benar yang sesuai dengan
aturan.
Adapun metode dalam penafsiran al-quran terdapat beberapa macam segi di
antaranya: dari segi penjelasan yang terdiri dari metode tafsir bayani dan
muqorin ,dari segi keluasan terdiri dari metode tafsir ijmali dan itrobi,
sedangkan dari segi susunan dan tertib ayat yang di tafsirkan terdiri dari
metode tafsir tahlili dan maudu’i.
Dan dalam menafsurkan sangat peerlu adanya ilmu bantu tafsir seperti:
luqhah arabiyah , nahwu, ilmu isytiqaq dan lengkapnya bisa di lihat dari
pemaparan di atas .
Tasir juga mengalami perkembangan mulai dari tafsir pada zaman nabi
hingga sekarang tidak lain dengan tujuan yang sama yakni para umat muskim dapat
mengetahui isi kandungan ayat-ayat al-quranul karim.
Penutup:
Demikian makalah yang dapat kami paparkan. Semoga
dapat menambah pengetahuan kita tentang ilmu tafsir al-quran. Kami mohon maaf
bila terdapat bnyak kesalahan dalam makalah kami , kiranya mohon kritk dan
saran demi kebaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Junaidi,
Akhmad Arif, Dinamika
Penafsiran Al-qur’an di Surakarta : 1900-1930.Disampaikan dalam Stadium General Pembukaan Kuliah
Umum Semester Gasal Tanggal 31 Agustus 2012 di AUDITORIUM Kampus 3 IAIN
Walisongo SEMARANG
Syadali, Ahmad dan Rofi’, Ahmad.1997.Ulumul
Qur’an II.Bandung : Pustaka Setia
Junaidi,
Akhmad Arif.2001.Pembaruan Metodologi Tafsir Al-Qur’an.Semarang : Gunung Jati
Masyur, Kahar.2001.Pokok-pokok Ulumul
Qur’an. Jakarta:Rineka
Cipta
Aminah, Siti .1985.Pengantar Ilmu
Tafsir/Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Semarang : Duta Grafika
http://www.wikipedia.org/wiki/Tafsir/03 Juli 2011 oleh muhammad abu salma
[1]Dr.
Akhmad Arif Junaidi, M.Ag,Dinamika
Penafsiran Al-qur’an di Surakarta : 1900-1930.Disampaikan dalam Stadium
General Pembukaan Kuliah Umum Semester Gasal Tanggal 31 Agustus 2012 di
AUDITORIUM Kampus 3 IAIN Walisongo SEMARANG.
[2] Drs.H.
Ahmad Syadali M.A dan Drs.H. Ahmad Rofi’,Ulumul
Qur’an II,(Bandung:Pustaka Setia,1997), h. 51
[3]Drs.H.
Kahar Masyur,Pokok-pokok Ulumul Qur’an,(Jakarta:Rineka
Cipta,2001) h. 159-160.
[4]http://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir.11-10-2012./16.15
[5]Ibid, h 67
[6]Ibid, h 68
[7]Ibid, h 69
[8]Drs.Siti AminahPengantar, Ilmu
Tafsir/Ilmu-ilmu Al-Qur'an ( Semarang, Duta Grafika,1985) h.54-57
[12]Ibid, Muhammad abu salma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar